Asal Mula Danau Batur Bali, Legenda Kebo Iwa | TradisiKita - Legenda asal usul Danau Bantur merupakan dongeng anak rakyat Bali yang sering diceritakan hingga dikala ini. Cerita ini sering dihubungkan dengan adanya sesosok raksasa yang berjulukan Kebo Iwa. Pada kesempatan ini, Sobat Tradisi akan kami ajak mengenal dongeng rakyat mengenai asal usul danau Batur di Bali atau Legenda Kebo Iwa.
Danau Batur sendiri merupakan salah satu destinasi wisata di Pulau Bali yang sudah sangat dikenal kecantikannya. Letak Danau Batur ini berada di Desa Penelokan Utara, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dan berjeda sekitar 65 km dari Denpasar. Kalau Sobat memulai perjalanan dari Bandara Ngurah Rai, danau ini sanggup ditempuh dalam waktu 1,5 – 2 jam dengan rute perjalanan melewati Gianyar.
Dibalik keindahan dan kesegaran danau Batur Kintamani ini, tersimpan sebuah legenda dan dongeng rakyat mengenai kisah asal usul danau Batur Kintamani di Bali. Dan diberikut salah satunya akan kami sampaikan khusus untuk Sobat Tradisi
Tersebutlah sepasang suami istri yang hidup di Bali pada zaman lampau. Keduanya telah usang berumah tangga, namun belum juga dikaruniai anak. Serasa tak putus-putusnya mereka berdoa dan meminta dikaruniai anak. Doa dan seruan mereka karenanya dikabulkan Sang Hyang Widi Wasa. Sang istri mengandung dan lalu melahirkan seorang bayi lelaki.
Bayi lelaki itu tumbuh sangat cepat. Ia sangat besar lengan berkuasa nafsu makannya. Meski masih bayi, nafsu makannya telah setara dengan sepuluh orang dewasa. Seiring bergulirnya sang waktu, si bayi berkembang menjadi kanak-kanak. Sangat besar tubuhnya dan kian meningkat besar lengan berkuasa nafsu makannya. Ia pun didiberi nama Kebo Iwa, paman kerbau arti namanya.
Bertambah hari bertambah besar badan Kebo Iwa. Bertambah besar lengan berkuasa pula nafsu makannya. Sehari kebutuhan makannya sama dengan kebutuhan makan seratus orang dewasa. Kedua orangtuanya benar-benar kewalahan memenuhi hasrat makan Kebo Iwa.
Kebo Iwa dikenal pemarah. Kemarahannya praktis meledak, terutama bila ia tidak mendapat kuliner yang cukup. Jika ia telah marah, ia akan merusak apa saja yang ditemuinya. Ia biasa merusak rumah-rumah penduduk. Bahkan, pura daerah ibadah pun tanpa takut-takut akan dihancurkannya bila kemarahannya telah meninggi. Penduduk desa akan sangat ketakutan bila mendapati Kebo Iwa telah marah.
Namun demikian, sesungguhnya Kebo Iwa bersedia membantu penduduk desa yang membutuhkan tunjangan tenaganya. Ia bersedia mengembangkan sumur, memindahkan rumah, meratakan tanah berbukit-bukit, membendung sungai, atau mengangkut batu-batu besar. Ia akan cepat melakukan pekerjaan yang sangat berat dilakukan kebanyakan insan itu. Tentu saja ia meminta imbalan berupa kuliner dalam jumlah yang cukup untuk membuatnya kenyang.
Selama para penduduk yang kebanyakan menjadi petani itu mendapat hasil panen yang cukup, penduduk masih sanggup bergotong royong memdiberikan makanannya untuk Kebo Iwa. Namun, kadab terjadi demam isu paceklik', penduduk mulai kesusahan dan kewalahan untuk menyediakan kuliner untuk Kebo Iwa. Penduduk menjadi sangat cemas.
Mereka tidak hanya cemas memikirkan cara mencari materi kuliner untuk keluarga masing-masing, mereka juga cemas memikirkan Kebo Iwa. Apa yang harus didiberikan kepada Kebo Iwa bila mereka tidak memiliki materi makanan? Kebo Iwa pasti tidak mau mengerti keadaan yang tengah mereka alami. Bagi Kebo Iwa, bila ia mendapat kuliner yang cukup, maka ia akan diam. Namun, bila tidak, ia akan mengamuk sejadi-jadinya.
Warga desa lantas berkumpul untuk membahas duduk kasus yang mereka hadapi berkenaan dengan Kebo Iwa itu. Mereka merencanakan suatu siasat untuk menghadapi Kebo Iwa. Jika memungkinkan, melenyapkan Kebo Iwa yang sangat meresahkan itu. Setelah berembuk, warga desa karenanya menemukan cara untuk mewujudkan planning mereka. Segenap warga desa bergotong royong untuk mengumpulkan makanan. Sedikit demi sedikit kuliner karenanya terkumpul hingga cukup jumlahnya untuk menjadi santapan Kebo Iwa. Sebagian warga juga bergotong royong untuk mengumpulkan batu-batu kapur. Setelah kuliner dan kerikil kapur tersedia, Kepala Desa dengan diiringi beberapa warga lantas menemui Kebo Iwa
tengah bersantai sehabis menyantap beberapa buntut fauna ternak milik warga desa. Ia sedikir terperanjat melihat beberapa orang mendatanginya.
Katanya, "Mau apa kalian ke sini? Apa kalian memiliki kuliner yang cukup membuatku kenyang? Aku masih lapar!"
"Kami memiliki kuliner yang ludang keringh dari cukup untuk membuatmu kenyang,"jawaban Kepala Desa.
"Kami akan memdiberikan tiruananya kepadamu asal engkau bersedia membantu kami."
Mendengar ada kuliner dalam jumlah yang cukup untuk menciptakan perutnya kenyang, Kebo Iwa pribadi bangun dari rebahannya dan berkata, "Aku tentu saja mau membantu kalian bila kalian memdiberiku makanan. Apa yang sanggup kubantu?"
Kepala Desa lantas menjelaskan perihal banyaknya rumah warga yang telah rusak akhir amukan Kebo Iwa.
"Itu lantaran kalian tidak bersedia memdiberiku makanan," sahut Kebo Iwa tanpa merasa bersalah. "Jika kalian memdiberiku makanan, pasti saya pun tidak akan menghancurkan rumah kalian."
"Seperti yang engkau ketahui, tiruana itu diakibatkan kegagalan panen yang kami alami. Kegagalan panen itu disebabkan ketiadaan air lantaran demam isu kemarau yang terus berkepanjangan ini;" kata Kepala Desa.
"Padahal, di dalam tanah ini bahwasanya terdapat banyak air. Sangat meIimpah jumlahnya. Oleh lantaran itu kami meminta bantuanmu untuk mengembangkan sumur yang sangat besar! Air dari sumur besar itu akan kami gunakan untuk mengairi sawah-sawah kami. Jika tanaman-tanaman kami cukup mendapat air, pasti kegagalan panen sanggup kami tanggulangi. Kami juga tidak lagi kesusahan untuk memdiberimu makanan. Berapa pun juga jumlah kuliner yang engkau butuhkan, kami pasti sanggup untuk memenuhinya.”
Kebo Iwa sangat bangga mendengar planning Kepala Desa. "Baiklah," katanya. "Itu planning yang sangat baik. Aku tentu saja bersedia membantu kalian:' Kebo Iwa lantas mulai bekerja.
Ia mendirikan beberapa rumah ibarat yang dikehendaki Kepala Desa. Ia lantas menggali tanah di daerah yang ditentukan Kepala Desa. Tenaganya yang sangat sangat besar mulai tercipta. Sementara Kebo Iwa terus menggali, warga desa lantas mengumpulkan batu-batu kapur di bersahabat daerah Kebo Iwa sedang menggali tanah.
Mengetahui warga desa mengumpulkan kerikil kapur, Kebo Iwa merasa keheranan. "Untuk apa kalian mengumpulkan kerikil kapur sebanyak itu?" tanyanya. "Setelah engkau selesai menciptakan sumur besar, kami akan membangunkan rumah untukmu. Rumah yang besar lagi sangat indah.” tanggapan Kepala Desa. "Rumah untukmu yang sangat besar itu tentu membutuhkan kerikil kapur yang sangat banyak, bukan?"
Kebo Iwa sangat bangga mendengar jawabanan Kepala Desa. Ia makin bersemangat menggali tanah. Berhari-hari ia bekerja keras. Semakin bergulirnya waktu semakin besar lagi dalam sumur yang dibentuk Kebo Iwa. Air mulai memancar keluar hingga terciptalah sebuah bak besar. Namun, Kepala Desa terus saja memintanya menggali tanah. Kebo Iwa berdasarkan lantaran terus dijanjikan akan mendapat kuliner yang sangat banyak dan juga dibuatkan rumah yang sangat besar. Lubang di tanah kian membesar lagi semakin dalam. Air yang memancar keluar juga semakin banyak.
Kebo Iwa terus bekerja hingga ia kelelahan dan juga kelaparan. Ia meminta waktu untuk diberistirahat. "Mana kuliner untukku?" teriak Kebo Iwa kemudian. Warga desa berdatangan membawa kuliner untuk Kebo Iwa. Kebo Iwa sangat bangga mendapati kuliner dalam jumlah yang sangat banyak itu. Ia makan dengan amat lahap. la terus makan hingga perutnya kekenyangan. Setelah perutnya kekenyangan, Kebo Iwa mengantuk. Sebentar lalu ia telah tertidur dengan mendengkur. Suara dengkurannya sangat keras.
Setelah mendapati Kebo Iwa telah tertidur, Kepala Desa lantas memerintahkan segenap warga untuk melemparkan kerikil kapur ke dalam lubang galian yang dibentuk Kebo Iwa. Beramai- ramai warga memasukkan batu-batu kapur, sama sekali tanpa disadari Kebo Iwa yang masih terlelap dalam tidurnya. Air semakin banyak memancar dari dalam tanah dan kerikil kapur pun semakin banyak dimasukkan warga ke dalam lubang galian. Akibatnya hidung Kebo Iwa menjadi tersumbat. Kebo Iwa tersedak dan terbangun. Namun, terlambat baginya. Air makin deras memancar dan batu-batu kapur terus dilemparkan ke dalam lubang galian besar yang dibuatnya. Meski memiliki tenaga yang sangat kuat, Kebo Iwa tidak berdaya pada akhirnya. Kebo Iwa karenanya menghembuskan napas terakhirnya di dalam lubang galian besar yang dibuatnya sendiri.
Air terus memancar hingga meluap dan membanjiri desa daerah tinggal Kebo Iwa. Desa-desa di sekitar desa itu pun turut terbanjiri. Sebuah danau yang besar karenanya tercipta. Danau itu disebut Danau Batur. Timbunan tanah yang di sekitar danau itu lalu berkembang menjadi gunung dan disebut Gunung Batur.
Demikian Sobat Tradisi, dongeng rakyat Bali yang mengisahkan wacana asal mula danau Batur Kintamani di Bali. Jangan lupa untuk mengunjungi legenda dan dongeng rakyat Bali lainnya ibarat dongeng Raksasa Kala Rahu Menelan Bulan.
Danau Batur sendiri merupakan salah satu destinasi wisata di Pulau Bali yang sudah sangat dikenal kecantikannya. Letak Danau Batur ini berada di Desa Penelokan Utara, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dan berjeda sekitar 65 km dari Denpasar. Kalau Sobat memulai perjalanan dari Bandara Ngurah Rai, danau ini sanggup ditempuh dalam waktu 1,5 – 2 jam dengan rute perjalanan melewati Gianyar.
Dibalik keindahan dan kesegaran danau Batur Kintamani ini, tersimpan sebuah legenda dan dongeng rakyat mengenai kisah asal usul danau Batur Kintamani di Bali. Dan diberikut salah satunya akan kami sampaikan khusus untuk Sobat Tradisi
Asal Mula Danau Batur Bali, Legenda Kebo Iwa
Danau Batur | www.pegipegi.com |
Tersebutlah sepasang suami istri yang hidup di Bali pada zaman lampau. Keduanya telah usang berumah tangga, namun belum juga dikaruniai anak. Serasa tak putus-putusnya mereka berdoa dan meminta dikaruniai anak. Doa dan seruan mereka karenanya dikabulkan Sang Hyang Widi Wasa. Sang istri mengandung dan lalu melahirkan seorang bayi lelaki.
Bayi lelaki itu tumbuh sangat cepat. Ia sangat besar lengan berkuasa nafsu makannya. Meski masih bayi, nafsu makannya telah setara dengan sepuluh orang dewasa. Seiring bergulirnya sang waktu, si bayi berkembang menjadi kanak-kanak. Sangat besar tubuhnya dan kian meningkat besar lengan berkuasa nafsu makannya. Ia pun didiberi nama Kebo Iwa, paman kerbau arti namanya.
Bertambah hari bertambah besar badan Kebo Iwa. Bertambah besar lengan berkuasa pula nafsu makannya. Sehari kebutuhan makannya sama dengan kebutuhan makan seratus orang dewasa. Kedua orangtuanya benar-benar kewalahan memenuhi hasrat makan Kebo Iwa.
Kebo Iwa dikenal pemarah. Kemarahannya praktis meledak, terutama bila ia tidak mendapat kuliner yang cukup. Jika ia telah marah, ia akan merusak apa saja yang ditemuinya. Ia biasa merusak rumah-rumah penduduk. Bahkan, pura daerah ibadah pun tanpa takut-takut akan dihancurkannya bila kemarahannya telah meninggi. Penduduk desa akan sangat ketakutan bila mendapati Kebo Iwa telah marah.
Namun demikian, sesungguhnya Kebo Iwa bersedia membantu penduduk desa yang membutuhkan tunjangan tenaganya. Ia bersedia mengembangkan sumur, memindahkan rumah, meratakan tanah berbukit-bukit, membendung sungai, atau mengangkut batu-batu besar. Ia akan cepat melakukan pekerjaan yang sangat berat dilakukan kebanyakan insan itu. Tentu saja ia meminta imbalan berupa kuliner dalam jumlah yang cukup untuk membuatnya kenyang.
Selama para penduduk yang kebanyakan menjadi petani itu mendapat hasil panen yang cukup, penduduk masih sanggup bergotong royong memdiberikan makanannya untuk Kebo Iwa. Namun, kadab terjadi demam isu paceklik', penduduk mulai kesusahan dan kewalahan untuk menyediakan kuliner untuk Kebo Iwa. Penduduk menjadi sangat cemas.
Mereka tidak hanya cemas memikirkan cara mencari materi kuliner untuk keluarga masing-masing, mereka juga cemas memikirkan Kebo Iwa. Apa yang harus didiberikan kepada Kebo Iwa bila mereka tidak memiliki materi makanan? Kebo Iwa pasti tidak mau mengerti keadaan yang tengah mereka alami. Bagi Kebo Iwa, bila ia mendapat kuliner yang cukup, maka ia akan diam. Namun, bila tidak, ia akan mengamuk sejadi-jadinya.
Warga desa lantas berkumpul untuk membahas duduk kasus yang mereka hadapi berkenaan dengan Kebo Iwa itu. Mereka merencanakan suatu siasat untuk menghadapi Kebo Iwa. Jika memungkinkan, melenyapkan Kebo Iwa yang sangat meresahkan itu. Setelah berembuk, warga desa karenanya menemukan cara untuk mewujudkan planning mereka. Segenap warga desa bergotong royong untuk mengumpulkan makanan. Sedikit demi sedikit kuliner karenanya terkumpul hingga cukup jumlahnya untuk menjadi santapan Kebo Iwa. Sebagian warga juga bergotong royong untuk mengumpulkan batu-batu kapur. Setelah kuliner dan kerikil kapur tersedia, Kepala Desa dengan diiringi beberapa warga lantas menemui Kebo Iwa
tengah bersantai sehabis menyantap beberapa buntut fauna ternak milik warga desa. Ia sedikir terperanjat melihat beberapa orang mendatanginya.
Katanya, "Mau apa kalian ke sini? Apa kalian memiliki kuliner yang cukup membuatku kenyang? Aku masih lapar!"
"Kami memiliki kuliner yang ludang keringh dari cukup untuk membuatmu kenyang,"jawaban Kepala Desa.
"Kami akan memdiberikan tiruananya kepadamu asal engkau bersedia membantu kami."
Mendengar ada kuliner dalam jumlah yang cukup untuk menciptakan perutnya kenyang, Kebo Iwa pribadi bangun dari rebahannya dan berkata, "Aku tentu saja mau membantu kalian bila kalian memdiberiku makanan. Apa yang sanggup kubantu?"
Kepala Desa lantas menjelaskan perihal banyaknya rumah warga yang telah rusak akhir amukan Kebo Iwa.
"Itu lantaran kalian tidak bersedia memdiberiku makanan," sahut Kebo Iwa tanpa merasa bersalah. "Jika kalian memdiberiku makanan, pasti saya pun tidak akan menghancurkan rumah kalian."
"Seperti yang engkau ketahui, tiruana itu diakibatkan kegagalan panen yang kami alami. Kegagalan panen itu disebabkan ketiadaan air lantaran demam isu kemarau yang terus berkepanjangan ini;" kata Kepala Desa.
"Padahal, di dalam tanah ini bahwasanya terdapat banyak air. Sangat meIimpah jumlahnya. Oleh lantaran itu kami meminta bantuanmu untuk mengembangkan sumur yang sangat besar! Air dari sumur besar itu akan kami gunakan untuk mengairi sawah-sawah kami. Jika tanaman-tanaman kami cukup mendapat air, pasti kegagalan panen sanggup kami tanggulangi. Kami juga tidak lagi kesusahan untuk memdiberimu makanan. Berapa pun juga jumlah kuliner yang engkau butuhkan, kami pasti sanggup untuk memenuhinya.”
Kebo Iwa sangat bangga mendengar planning Kepala Desa. "Baiklah," katanya. "Itu planning yang sangat baik. Aku tentu saja bersedia membantu kalian:' Kebo Iwa lantas mulai bekerja.
Ia mendirikan beberapa rumah ibarat yang dikehendaki Kepala Desa. Ia lantas menggali tanah di daerah yang ditentukan Kepala Desa. Tenaganya yang sangat sangat besar mulai tercipta. Sementara Kebo Iwa terus menggali, warga desa lantas mengumpulkan batu-batu kapur di bersahabat daerah Kebo Iwa sedang menggali tanah.
Mengetahui warga desa mengumpulkan kerikil kapur, Kebo Iwa merasa keheranan. "Untuk apa kalian mengumpulkan kerikil kapur sebanyak itu?" tanyanya. "Setelah engkau selesai menciptakan sumur besar, kami akan membangunkan rumah untukmu. Rumah yang besar lagi sangat indah.” tanggapan Kepala Desa. "Rumah untukmu yang sangat besar itu tentu membutuhkan kerikil kapur yang sangat banyak, bukan?"
Kebo Iwa sangat bangga mendengar jawabanan Kepala Desa. Ia makin bersemangat menggali tanah. Berhari-hari ia bekerja keras. Semakin bergulirnya waktu semakin besar lagi dalam sumur yang dibentuk Kebo Iwa. Air mulai memancar keluar hingga terciptalah sebuah bak besar. Namun, Kepala Desa terus saja memintanya menggali tanah. Kebo Iwa berdasarkan lantaran terus dijanjikan akan mendapat kuliner yang sangat banyak dan juga dibuatkan rumah yang sangat besar. Lubang di tanah kian membesar lagi semakin dalam. Air yang memancar keluar juga semakin banyak.
Kebo Iwa terus bekerja hingga ia kelelahan dan juga kelaparan. Ia meminta waktu untuk diberistirahat. "Mana kuliner untukku?" teriak Kebo Iwa kemudian. Warga desa berdatangan membawa kuliner untuk Kebo Iwa. Kebo Iwa sangat bangga mendapati kuliner dalam jumlah yang sangat banyak itu. Ia makan dengan amat lahap. la terus makan hingga perutnya kekenyangan. Setelah perutnya kekenyangan, Kebo Iwa mengantuk. Sebentar lalu ia telah tertidur dengan mendengkur. Suara dengkurannya sangat keras.
Setelah mendapati Kebo Iwa telah tertidur, Kepala Desa lantas memerintahkan segenap warga untuk melemparkan kerikil kapur ke dalam lubang galian yang dibentuk Kebo Iwa. Beramai- ramai warga memasukkan batu-batu kapur, sama sekali tanpa disadari Kebo Iwa yang masih terlelap dalam tidurnya. Air semakin banyak memancar dari dalam tanah dan kerikil kapur pun semakin banyak dimasukkan warga ke dalam lubang galian. Akibatnya hidung Kebo Iwa menjadi tersumbat. Kebo Iwa tersedak dan terbangun. Namun, terlambat baginya. Air makin deras memancar dan batu-batu kapur terus dilemparkan ke dalam lubang galian besar yang dibuatnya. Meski memiliki tenaga yang sangat kuat, Kebo Iwa tidak berdaya pada akhirnya. Kebo Iwa karenanya menghembuskan napas terakhirnya di dalam lubang galian besar yang dibuatnya sendiri.
Air terus memancar hingga meluap dan membanjiri desa daerah tinggal Kebo Iwa. Desa-desa di sekitar desa itu pun turut terbanjiri. Sebuah danau yang besar karenanya tercipta. Danau itu disebut Danau Batur. Timbunan tanah yang di sekitar danau itu lalu berkembang menjadi gunung dan disebut Gunung Batur.
Demikian Sobat Tradisi, dongeng rakyat Bali yang mengisahkan wacana asal mula danau Batur Kintamani di Bali. Jangan lupa untuk mengunjungi legenda dan dongeng rakyat Bali lainnya ibarat dongeng Raksasa Kala Rahu Menelan Bulan.
Advertisement